KETIDAKADILAN SISTEM EVALUASI NASIONAL DI INDONESIA
Oleh Budairi
NIM 104274026
Bagi sebagian pelajar di Indonesia, Ujian Nasional (UN) adalah
suatu momentum yang menakutkan meskipun waktu yang diberikan untuk
mempersiapkan diri untuk menjalani ujian cukup lama yakni, tiga tahun untuk
program reguler, dan dua tahun untuk yang program akselerasi. Sebagian pelajar
yang belum puas dengan materi yang diterimanya selama di sekolah biasanya
menambah jam belajar ekstra dengan mengambil les atau privat. Pada saat ujian
sudah hampir tiba, pelajar yang masih belum yakin dengan kemampuanya ada yang
sampai mendatangi para normal untuk meminta bantuan doa.
Berdasarkan Panduan Operasional Standart (POS 2010/2011), peserta UN
dilarang membawa alat
komunikasi elektronik dan
kalkulator ke sekolah/madrasah.,
dan alat bantu lainya seperti tas,
buku, dan catatan
dalam bentuk apapun, namun pada kenyataanya saat ujian
berlangsung masih ada yang melanggar peraturan tersebut. Pelajar yang masih
belum yakin dengan kemampuanya akan berusaha mencari jawaban dari temanya atau
membawa contekan sendiri. Pihak sekolah yang juga merasa belum yakin dengan
kemampuan anak didiknya akan membuat strategi khusus untuk menyelesaikan
ujian dengan hasil yang maksimal, tatapi
kadang ada yang menggunakan cara yang terlarang atau tidak sesuai dengan POS,
ada yang memberi jawaban secara langsung, ada juga yang memperbolehkan anak
didiknya untuk bekerjasama dalam mengerjakan soal ujian.
Dari gambaran diatas kecurangan yang dilakukan pelajar adalah
karena mereka takut kalau mendapat nilai
jelek atau bahkan tidak lulus ujian, sedangkan pihak sekolah takut kehilangan
nama baik kalau siswanya banyak yang
tidak lulus.
Ketika masalah nyontek masal atau kecurangan lainya dalam
pelaksanaan ujian muncul ke permukaan public biasanya ada beberapa pihak yang akan saling menuding dan
mencari kambing hitam, ada yang meyalahkan pelajar, pihak sekolah, pemerintah
bahkan ada yang menyalahkan sistem pendidikannya.
Ø
Penerapan asas demokrasi dalam sistem evaluasi nasional
Sudah selayaknya negara yang
menerapkan asas demokrasi pada pemerintahanya, juga menerapkan asas demokrasi
pada system pendidikannya. Kita tahu bahwa kemampuan pelajar tidak sama, ada
pelajar yang cerdas, kreatif, pintar, kuat ingatanya dan ada juga yang lemah
ingatanya. Sebagian pelajar ada yang merasa efektif belajar dengan hanya
mendengarkan, ada yang mudah belajar dengan melihat atau membaca, dan ada juga
yang mudah belajar apabila sambil gerak misalnya jalan didalam ruangan belajar.
Bermacam-macam model belajar pelajar
diatas akan memerlukan sistem evaluasi yang bermacam-macam pula, adil bukanlah
memperlakukan sama terhadap semua pelajar di Indonesia dalam mengevaluasi
kemampuanya agar bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
tetapi adil adalah memberi kesempatan kepada setiap pelajar untuk menentukan
dengan metode bagaimana dia ingin menjalani evaluasi keilmuanya sesuai dengan
kemampuan. Setiap pelajar berhak menyatakan keberatan dengan sistem evaluasi
yang jauh dari kemampuanya, misalnya yang lemah ingatannya tetapi mudah
memahami materi pelajaran akan kesulitan menjawab pertanyaan dengan model soal
pilihan ganda tanpa ada referensi materi pelajaran sedikitpun, sebaliknya
apabila dia dihadapkan dengan soal esay yang lebih rumit mungkin akan lebih
efektif mengerjakannya dengan mudah apabila dia diperbolehkan melihat referensi
materi pelajaran.
Alternative penerapan asas demokrasi
lainnya pada s evaluasi nasional adalah dengan memberi kebebasan pada pelajar
untuk menentukan waktu pelaksanaan ujian, pelajar idak harus menunggu sampai
tiga tahun untuk menguji kemampuanya, tetapi kapanpun dia siap menjalani ujian,
pemerintah harus memberinya izin, misalnya pelajar yang masih duduk di bangku
kelas X apabila sudah merasa siap
menghadapi ujian maka dia diperbolehkan mengikui ujian bersama kakak
kelasnya.
Pemberian kebebasan pada pelajar
untuk mendapatkan hak dalam menentukan cara ujian yang akan dijalaninya akan
mengurangi jumlah pelajar yang akan menyontek jawaban temanya. Pihak sekolah
pun tidak perlu bersusah payah membuat strategi kecurangan untuk membantu anak
didiknya dalam menempuh ujian.
Sistem evaluasi nasional yang
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pelajar akan memberikan dampak yang
positif bagi pelajar di Indonesia, mereka bisa mempercepat masuk studinya,
mendapatkan nilai benar-benar sesuai dengan kemampuannya, yang terpenting tidak
ada pelajar yang bunuh diri karena merasa gagal dalam ujian, sehingga dia tidak
lulus meskipun sebenarnya dia pintar. Wallahu a’lam.