Ada kekalutan yang melanda ketika harus transfer ke bank untuk keperluan usaha suami sendirian, tanpa pendamping sama sekali. Sebagai penyandang tunarungu, aku sangat anti dengan urusan ranah publik, sebab biasanya pelayan publik memanggil antrian dengan panggilan suara.
"Dimana?" aku bertanya kepada suami.
"BNI." suami menjawab dengan singkat melalui sms. Transfer ini harus dilakukan dengan segera, sebab klien meminta pengerjaan website dipercepat.
Rasanya, aku ingin melempar tanggung jawab yang diberikan suami ke orang lain. Tetapi entah kenapa, hari itu semua orang kompak tidak bisa membantu. Aku pun bergegas ke BNI cabang Salatiga yang lokasinya persis di pusat keramaian kota dengan perasaan dag dig dug pless. Membayangkangkan bagaimana jika antrian melalui panggilan suara, apakah kejadian memalukan beberapa tahun yang lalu kembali terulang?
Saat itu, aku mendaftar ke sebuah bank untuk tugas sekolah. Terlihat bank penuh. Tempat duduk tidak ada satu pun yang kosong. Aku memutuskan untuk mengambil nomor antrian khusus cs. Tetapi, sampai jam istirahat, aku hanya celingak-celinguk, bengong, antrian ternyata dipanggil melalui panggilan suara.
Aku mendekati satpam, "Pak, nomor ini sudah dipanggil?"
"Lho, su-dah da-ri ta-di." aku susah payah membaca gerakan mulutnya, "Mbak ha-rus an-tri da-ri a-wal, ta-di di-pang-gil di-am sa-ja."
Mataku lantas berkaca-kaca,mata orang-orang yang tengah duduk memandangiku dengan tatapan heran. Menunggu lagi? Nggak mau, malu dan capek jadi satu. Sejak saat itu, aku paling anti disuruh mengurus pernak-pernik bank sendirian, setidaknya harus ada yang menemani sebagai penerjemah.
Motor kuparkir di pelataran BNI. Dengan kebat-kebit, aku berdoa, semoga kejadian beberapa tahun yang lalu tidak terulang kembali. Pintu kaca di buka oleh satpam, aku tidak begitu paham apa yang diucapkan satpma ketika aku masuk. Melihat keadaan ruangan dalam, aku kebingungan memahami alur yang berlaku di BNI cabang Salatiga ini.
"Mbak, a-da yang bi-sa sa-ya ban-tu?" satpam yang tadi membukakan pintu mendekatiku.
"Emm, mau transfer, Pak."
"......"
"Maaf, Pak, bisa diulang? Saya deaf, kesulitan mendengar. " ujarku, gugup.
Satpam itu tersenyum ramah, "Mbak ma-u trans-fer an-tar re-ke-ning a-ta-u ke BNI?"
"Ohh, BNI, Pak."
Satpam itu segera menyobek kartu di mesin nomor antrean teller dan memberikan kepadaku.
"Mbak lang-sung an-tri sa-ja. Nan-ti ke tel-ler sa-at no-mor an-tri-an ter-tu-lis di-sa-na, ya." ujarnya, sembari menunjuk ke sebuah layar yang menampilkan angka.
Aku mengangguk, berterimakasih kepada satpam. "Nggak perlu menulis nomer dan nominal dulu, Pak?"
"Ti-dak per-lu, lang-sung min-ta to-long tel-ler sa-ja."
Aku pun bergegas duduk di tempat duduk yang disediakan. Saat nomor antrean yang tertera di kartu terpampang di layar, aku bergegas ke teller dan menyodorkan handphone untuk menunjukkan sms suami yang berisi rincian transfer ke teller dengan terlebih dahulu mengenalkan diri jika aku penyandang deaf dan kesulitan memahami ucapan orang lain.
Teller mengangguk, tersenyum. Tak lama kemudian beliau menyodorkan kertas di hadapanku, "Mbak, di-cek du-lu."
Aku mengembalikan kertas ke teller setelah memastikan jika yang tertera di kertas tersebut benar sembari menyerahkan uang sejumlah nominal transfer.
"Si-lah-kan tan-da ta-ngan di-sini, Mbak." teller mengucapkan dengan garakan bibir yang jelas, tak lupa tersenyum.
Aku tersenyum puas, bersegera mengabarkan suami jika urusan transfer sudah beres.
Makanya, jangan malu bertanya, ujarku pada diri sendiri.
Tagar #AskBNI
Saat online di twitter, aku melihat ada tagar #AskBNI yang menjadi layanan baru bagi pelanggan BNI. Ah, ini ide seru, benarkah layanan ini dikelola dengan serius sebagaimana layanan lain yang umumnya berbentuk call atau telepon? Aku pun mencoba untuk mem-follow akun BNI, dan message yang sungguh bersahabat pun nongkrong di inbox.
Welcome Message Twitter |
Aku mencoba untuk menggunakan layanan ini sebaik mungkin. Saatnya deaf, hard of hearing untuk memanfaatkan layakan berbentuk visual dan tekstual secara maksimal agar tidak tergantung pada orang lain. Maklum, biasanya jika aku mengalami kesulitan tertentu dan harus menghubungi call center, aku musti meminta tolong orang terdekat untuk menelepon call center tersebut.
Aku pun mengirim tweet ke @BNI46 untuk menanyakan tentang layanan selain call center. Respon balasan tweet terhitung cepat. Meski sempat terjadi kesalahpahaman, mungkin karena cs tweeter belum ngeh tentang deaf, tetapi akhirnya aku diarahkan ke alamat email yang bisa kuhubungi.
Malam itu juga, aku segera mengirimkan email ke bnicall@bni.co.id untuk menanyakan tentang pembukaan rekening baru karena alamat tempat tinggal dan alamat KTP tidak sama. Tetapi, oh, yang menjawab adalah robot. Selang sehari tidak ada jawaban lanjut. Aku sempat bete, aduh, nggak lagi-lagi, deh, ini pasti program bohongan.
Tara. Selang dua hari kemudian, ada jawaban dari pihak BNI dengan detail yang sangat lengkap. Dan, wow, ternyata pihak BNI juga telah memberikan layanan khusus untuk tunanetra dalam membuka rekening baru; pas photo.
Nggak perlu lagi deh baper-baper karena nyaris semua layanan publik mengutamakan call centre. Deaf pun nggak perlu lagi minder untuk bertanya. Mau Bertanya Nggak Tersesat di Jalan, mau bertanya urusan menjadi lebih mudah. Thank you #AskBNI.
wah mantap infonya, sukses ya
ReplyDeleteditunggu jejaknya disini
http://feridi.blog.upi.edu/2015/12/29/malu-bertanya-sesat-di-jalan-mau-bertanya-hanya-di-askbni-yang-menjawab/
sukses juga untukmu. :D
Deleteinfonya sangat bermanfaat
ReplyDeletekesediaannya coment dan berkunjung disini
http://handini.blog.upi.edu/2016/01/01/mau-bertanya-jangan-malu-malu-askbni-akan-menjawab/
:)
DeleteArtikelnya keren....
ReplyDeletejangan lupa kunjung balik http://goo.gl/a35BTa
:)
DeleteArtikelnya keren ukh ��
ReplyDeletedan BNI emang selalu dihati deeh
komen e nasabah iki. :p
DeletePost a Comment
Komentarlah yang baik.
Tujukkan Karakter Bangsa Indonesia.