Kata-kata romantis ini sering kali dipertanyakan manakala kami seringkali terlihat konyol dalam mengekspresikan perasaan masing-masing. Ekspresi itu sering kali dipandang bukanlah sesuatu yang romantis melainkan ekspresi datar yang kurang baik dilakukan untuk menjalin hubungan.
Aku dengan istriku, Widut, memang jarang sekali menunjukkan kemesraan hubungan, manja-manjaan, atau sekedar foto selfie berdua. Sebaliknya kami malah sering tampak di publik dengan cara saling mengejek (jawa: ece-ecean) atau saling membully satu sama lain. Hal itu tentu saja kami lakukan dengan alasan yang sudah diperhitungkan meskipun tanpa adanya kesepakatan.
Kami menilai bahwa saling mengejek itu tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan istilah romantis yang biasa digunakan secara umum. Kalau sekedar manja-manjaan atau pamer foto selfie menurut kami semua orang bisa melakukan hal itu meskipun sebetulnya hubungan sedang dilanda masalah yang runyam. Akan tetapi kalau saling bully lain lagi ceritanya.
Saling bully itu bagi kami menunjukkan kalau hubungan kami sedang baik-baik saja. Tidak mungkin ketika kami sedang ada masalah di dalam hubungan masih berani membully satu sama lain. Kalaupun sampai berani mungkin saja akan menjadikan masalah yang ada itu semakin genting. Lha, saat sedang dilanda masalah itu, kami bisa saja pamer foto selfie berdua atau pamer manja-manjaan untuk menutupi masalah yang sedang kami alami.
Widut pernah bercerita kalau ada temannya yang mengaku suaminya mendadak menjadi baik dan super perhatian. Setelah beberapa saat kemudian diketahui ternyata apa yang dilakukannya itu digunakan untuk menutupi rasa bersalahnya suami karena memiliki istri baru tanpa memberitahu istri yang pertama.
Ada juga teman yang hampir setiap hari memamerkan foto-foto kemesraan dengan pasangannya demi untuk mencari pengakuan bahwa hubungannya dengan pasangan sedang baik-baik saja. Padahal secara kenyataan, curhatannya mengenai masalah dengan pasangan sudah layak diterbitkan jadi novel melankolis best seller.
Tulisan ini bukanlah pleidoi untuk menyangkal bahwa kami tidak bisa romantis. Akan tetapi cara romantis yang kami lakukan berbeda dari kebanyakan orang. Bagi kami, hal yang paling romantis adalah bisa sama-sama merindukan Allah dengan menyadari akan kegoblokan diri sendiri. Saling membantu dan mengingatkan terhadap manisnya munajat kepada yang Maha Cinta adalah keromantisan yang sejati meskipun terkadang caranya bisa saja menyakitkan satu sama lain karena terbentur oleh nafsu. Dan hal itu tentu saja tidak akan kami tunjukkan di depan publik.
Quality time dan me time kami biasanya ya tidak lepas dari saling bully. Misalnya ada salah satu di antara kami yang melakukan sedikit kesalahan maka kami akan membullynya. Sehingga, hubungan kami ibarat sebuah kaca yang berguna untuk menunjukkan kesalahan masing-masing. Bukan untuk mencari kebaikan dan prestasi masing-masing. Karena dengan kesalahan itu, kita memiliki bekal untuk beromantis ria dengan sang Maha Cinta dengan penuh rasa tak berdaya. Kenapa kami memilih saling mencari kesalahan? Karena kami tahu salah satu masalah hati kami ada di riya dan kesombongan. Untuk itulah kami berusaha saling mengorek kesalahan pasangan agar bisa saling memperbaiki diri. Dan aku benar-benar berpesan pada Widut untuk tidak sungkan atau tidak enak hati untuk menyatakan kalau akau salah. Aku takut sungkan dan tidak enak hati mengingatkan pasangan yang salah itu bisa menjadi malapetaka di masa depan, di hadapan sang Maha Cinta.
Kenapa harus mengingatkan dengan cara saling membuli? Silahkan baca lagi paragraf ke tiga di atas. wkwkwkw
Kami menilai bahwa saling mengejek itu tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan istilah romantis yang biasa digunakan secara umum. Kalau sekedar manja-manjaan atau pamer foto selfie menurut kami semua orang bisa melakukan hal itu meskipun sebetulnya hubungan sedang dilanda masalah yang runyam. Akan tetapi kalau saling bully lain lagi ceritanya.
Saling bully itu bagi kami menunjukkan kalau hubungan kami sedang baik-baik saja. Tidak mungkin ketika kami sedang ada masalah di dalam hubungan masih berani membully satu sama lain. Kalaupun sampai berani mungkin saja akan menjadikan masalah yang ada itu semakin genting. Lha, saat sedang dilanda masalah itu, kami bisa saja pamer foto selfie berdua atau pamer manja-manjaan untuk menutupi masalah yang sedang kami alami.
Widut pernah bercerita kalau ada temannya yang mengaku suaminya mendadak menjadi baik dan super perhatian. Setelah beberapa saat kemudian diketahui ternyata apa yang dilakukannya itu digunakan untuk menutupi rasa bersalahnya suami karena memiliki istri baru tanpa memberitahu istri yang pertama.
Ada juga teman yang hampir setiap hari memamerkan foto-foto kemesraan dengan pasangannya demi untuk mencari pengakuan bahwa hubungannya dengan pasangan sedang baik-baik saja. Padahal secara kenyataan, curhatannya mengenai masalah dengan pasangan sudah layak diterbitkan jadi novel melankolis best seller.
Tulisan ini bukanlah pleidoi untuk menyangkal bahwa kami tidak bisa romantis. Akan tetapi cara romantis yang kami lakukan berbeda dari kebanyakan orang. Bagi kami, hal yang paling romantis adalah bisa sama-sama merindukan Allah dengan menyadari akan kegoblokan diri sendiri. Saling membantu dan mengingatkan terhadap manisnya munajat kepada yang Maha Cinta adalah keromantisan yang sejati meskipun terkadang caranya bisa saja menyakitkan satu sama lain karena terbentur oleh nafsu. Dan hal itu tentu saja tidak akan kami tunjukkan di depan publik.
Quality time dan me time kami biasanya ya tidak lepas dari saling bully. Misalnya ada salah satu di antara kami yang melakukan sedikit kesalahan maka kami akan membullynya. Sehingga, hubungan kami ibarat sebuah kaca yang berguna untuk menunjukkan kesalahan masing-masing. Bukan untuk mencari kebaikan dan prestasi masing-masing. Karena dengan kesalahan itu, kita memiliki bekal untuk beromantis ria dengan sang Maha Cinta dengan penuh rasa tak berdaya. Kenapa kami memilih saling mencari kesalahan? Karena kami tahu salah satu masalah hati kami ada di riya dan kesombongan. Untuk itulah kami berusaha saling mengorek kesalahan pasangan agar bisa saling memperbaiki diri. Dan aku benar-benar berpesan pada Widut untuk tidak sungkan atau tidak enak hati untuk menyatakan kalau akau salah. Aku takut sungkan dan tidak enak hati mengingatkan pasangan yang salah itu bisa menjadi malapetaka di masa depan, di hadapan sang Maha Cinta.
Kenapa harus mengingatkan dengan cara saling membuli? Silahkan baca lagi paragraf ke tiga di atas. wkwkwkw
Post a Comment
Komentarlah yang baik.
Tujukkan Karakter Bangsa Indonesia.