Beda, ya?
Beda.
Mengajarkan membaca hanya berhubungan dengan sisi kognitif. B-a ba, d-a da, k, dak. Badak. Itu hanya mengajarkan membaca. Sing penting anak bisa baca.
Darurat literasi berawal dari sini. Bisa membaca tetapi tidak bisa memahami isi bacaan. Bangga anak bisa membaca di usia yang sangat dini, tetapi tidak diimbangi dengan menumbuhkan minat baca.
Menumbuhkan Minat Baca pada Anak
Menumbuhkan minat baca pada anak agak-agak tricky. Setiap anak punya karakter sendiri. Ada anak yang suka membaca dari jabang bayi, begitu ketemu buku langsung anteng. Biasanya anak jenis ini didominasi cara belajar visual. Anak tipe ini sangat menyukai buku dengan gambar-gambar yang menarik.
Ada anak yang saat masih bayi disodori buku, bukannya dilihat gambarnya, malah diremas-remas gemas. Bahkan disobek dan dijadikan alat buat lempar-melempar. Si K melewati masa ini. Biasa terjadi pada anak kinestetik. Anak tipikal kinestetik menyukai buku dengan gerakan atau visual space yang akrab dengan kegiatan sehari-harinya. Seperti flip flap book, touch book, atau buku dengan puzle dan waze activity.
Ada anak yang disodori buku langsung ditepuk-tepuk, digerak-gerakkan untuk mencari bebunyian. Anak tipikal musical menyukai buku yang menimbulkan suara unik. Pengenalan buku pada anak ini bisa menggunakan buku soundbook yang sudah banyak bertebaran di mana-mana.
Nanti, seiring waktu, anak akan menemukan sendiri keasikan membaca buku. Si K yang kinestetik sudah tidak lagi membutuhkan buku dengan aktivitas yang banyak seperti buku flip flap book atau touch book, tetapi kecenderungan kinestetiknya terlihat pada minat yang besar akan buku bertema petualangan.
Jadi, setiap anak beda-beda cara menumbuhkan minat bacanya. Jika anak ternyata menyukai gadget, its okay mengenalkan buku dengan aplikasi di gadget, lho. Menunjukkan sisi baik dari gadget adalah lebih baik daripada melarang anak menggunakan gadget secara brutal yang dikudian hari bisa menyebabkan anak tidak bisa mengendalikan diri saat menggunakan gadget.
Teladan Orang Tua dalam Membaca Buku
Uraian di atas tidak akan manjur jika tidak ada habbit orang tua di rumah untuk membaca buku. Menumbuhkan minat baca pada anak tidak bisa lepas dari urusan parenting, memang.
Teladan di sini adalah kebiasaan membaca buku. Bukan kebiasaan beli buku lho, ya. Beda. Jadi enggak bisa beli buku, bukan alasan yang tepat. Taman Baca sudah cukup banyak, perpustakaan daerah juga mulai berbenah.
Ada banyak jalan untuk tetap membumikan kebiasaan membaca buku dalam keluarga. Keluarga kecil kami, meski berbeda selera, tetap meluangkan barang 5% penghasilan untuk beli buku. Kadang kurang dari 5% karena setiap beli buku baru wajib menuntaskan baca buku yang lama.
Jikapun anggaran masih terbatas dan tidak bisa keluar rumah, masih bisa download aplikasi perpustakaan seperti Ipusnas atau Ijak.
Anak adalah peniru ulung. Percuma kita berbusa-busa bicara soal minat baca jika orang tua atau keluarga erdekat tidak memberikan contoh betapa asiknya kegiatan membaca.
Teladan di sini adalah kebiasaan membaca buku. Bukan kebiasaan beli buku lho, ya. Beda. Jadi enggak bisa beli buku, bukan alasan yang tepat. Taman Baca sudah cukup banyak, perpustakaan daerah juga mulai berbenah.
Ada banyak jalan untuk tetap membumikan kebiasaan membaca buku dalam keluarga. Keluarga kecil kami, meski berbeda selera, tetap meluangkan barang 5% penghasilan untuk beli buku. Kadang kurang dari 5% karena setiap beli buku baru wajib menuntaskan baca buku yang lama.
Jikapun anggaran masih terbatas dan tidak bisa keluar rumah, masih bisa download aplikasi perpustakaan seperti Ipusnas atau Ijak.
Anak adalah peniru ulung. Percuma kita berbusa-busa bicara soal minat baca jika orang tua atau keluarga erdekat tidak memberikan contoh betapa asiknya kegiatan membaca.
Post a Comment
Komentarlah yang baik.
Tujukkan Karakter Bangsa Indonesia.