Mengapresiasi kebaikan istri itu sangat penting dilakukan, mudah diucapkan, tapi sulit dilakukan. Lha kok bisa? Nyatanya masih banyak istri-istri yang merasa pengorbanannya tidak dihargai. Buktinya apa? Salah satunya adalah mengungkit-ungkit papan jemuran pengorbanan yang telah dilakukannya. Salah, kah? Di sini, aku tidak membahas mengenai salah atau benar.

Aku melihat ada kecenderungan sebagian ibu-ibu muda yang berusaha menunjukkan keseksiannya perjuangannya sebagai ibu rumah tangga kepada publik. Semacam mencari pengakuan kalau pekerjaan rumah seperti nyapu, ngepel, nyuci baju, nyetrika, nyebokin anak, masak, dan sederet pekerjaan lainnya itu bukanlah hal sepele. Bukan pula pekerjaan ringan. Untuk itu, pelakunya perlu mendapat gaji tinggi diapresiasi. Apalagi melakukannya dengan sukarela.

Ketika seorang suami tidak bisa memuaskan istri mengapresiasi apa yang telah dilakukan istri sedikitpun, secara naluri, wanita akan melakukan berontak di dalam batin. Entah merasa tidak dihargai atau lebih parah lagi merasa diperbudak meskipun mereka tidak memperlihatkan itu secara langsung karena takut. Walhasil ia akan berusaha mencari pengakuan dari orang lain. Beberapa contoh kalimat biasa digunakan untuk memantik pengakuan misalnya:
Alhamdulillah sudah selesai masak
Habis nguci enaknya ngapain, ya?
Capek. Tapi setrikaan masih banyak
Babang sayurnya gak datang. Terpaksa harus ngojek ke pasar, deh
Memang tidak semua kalimat-kalimat sejenis itu ditulis, dibuat  untuk status, tweet, ataupun story dengan tujuan untuk mencari botol tupperware yang hilang pengakuan. Ada beberapa yang ditulis untuk mencari pasangan. Ada juga yang ditulis karena kurang kerjaan. Macam-macam lah motifnya. Tapi kita tidak akan membahas lebih jauh tentang hal itu. Apalagi membahas mengenai cara membedakan motif-motifnya. Terlalu jauh itu.

Aku memiliki pengalaman menarik terkait memberi apresiasi pada istri. Suatu hari, ketika kami bertengkar dan Ayi merasa terpojok akhirnya dia berusaha menyebutkan kebaikan demi kebaikan yang telah dilakukannya. "Itu semua apa pernah diapresiasi? Kenapa kesalahanku saja yang dibahas?" tanyanya menuntut.

Waktu itu, sebetulnya, aku ingin tertawa. Akan tetapi, takut membuatnya bertambah gendut  marah. Walhasil aku hanya membatin "terlalu banyak kebaikan itu kalau diapresiasi terus menerus maka malah akan menjadi menyebalkan". 

Bayanganku waktu itu cukup sederhana.

Seorang anak kecil ketika baru belajar berjalan akan pantas diapresiasi ketika dia berhasil jalan selangkah meskipun langkah selanjutnya jatuh. Hal itu tentu berbeda kalau si anak sudah lancar berjalan. Apakah perlu diapresiasi setiap kali dia melangkah? Dalam hal makan dan bicara pun demikian. Ketika seorang anak baru bisa mengucapkan a, ba, maem, dll. akan diapresiasi dan dipuji sedemikian rupa. Akan tetapi, ketika dia sudah pandai bicara, ngoceh & nyerocos tak berkesudahan apa masih   diapresiasi setiap ucapannya? Aku rasa kebaikan istri pun demikian.

Aku mengakui memang masih belum bisa mengapresiasi kebaikan istri secara bijaksana. Disamping itu, Ayi juga tidak memahami bahasa ekspresi yang aku gunakan untuk mengapresiasi. Sehingga rasanya memang ada yang janggal. Aku merasa sudah sering mengapresiasi tapi tidak dianggap sedangkan Ayi merasa sama sekali tidak pernah diapresiasi. Bisa saja terjadi seperti itu. Oleh sebab itu, cara mengapresiasi yang tepat perlu dirumuskan.

Bahasa ekspresi yang sering aku gunakan untuk memberikan apresiasi pada Ayi adalah memberikan jempol untuk masakan, dandanan, atau kerjaannya. Memeluk dan menciumnya tiba-tiba saat kagum padanya. Menulis artikel tentangnya. Atau mengajaknya jalan-jalan. Kesemuanya itu merupakan ekspresi rasa syukurku terhadap kebaikan yang dilakukannya.

Ayi dan si K
Ayi dan si K sedang santai di pantai

Aku yakin setiap orang memiliki cara masing-masing untuk membayar mengapresiasi kebaikan istri. Saat ini, caraku adalah dengan bahasa ekspresi. Kata-kata rasanya memang tidak cukup mewakili keegoisanku perasaanku untuk memberikan apresiasi. Di sisi lain, aku juga baru sadar kalau setiap orang memiliki kesukaan masing-masing dengan cara apa ia ingin diapresiasi.

Sudahkah kita mengapresiasi istri hari ini?

Post a Comment

Komentarlah yang baik.
Tujukkan Karakter Bangsa Indonesia.