Hari masih pagi, Amar keliling komplek dengan sepeda. Udara agak berdebu karena sedang ada perbaikan jalan. Terlihat gunung Merbabu menjulang di sisi barat.
Teman-teman riang bermain Gobag Sodor di halaman rumah. Amar menyapa dengan riang.
"Kaii....!" Amar melambaikan tangan. Kai membalasnya dengan semangat.
Tiba-tiba, dug! Roda depan sepeda membentur batu. Amar mengerem terburu-buru.
Terlambat, sepeda oleng. Amar jatuh berdebam. Sikut kirinya membentur aspal, berdarah.
Kai dan Ayahnya yang sedang berada di halaman rumah segera menolong Amar. Teman-teman yang lain menyusul kemudian.
"Apa yang sakit, Amar?" tanya Om Wido, Ayah Ki.
Amar hanya meringis. Om Wido mengantarkan Amar pulang.
Kai, Bima, Siti mendekati sepeda Amar. Bima memungut batu di dekat sepeda Amar yang tergeletak. "Batu ini yang bikin Amar jatuh."
Kai dan Siti mengangguk. Menyetujui pendapat Amar.
"Banyak batu disini. Harus kita singgirkan, biar teman-teman enggak jatuh kayak Amar." ujar Siti.
Kai dan Bima mengangguk. Mereka bertiga lantas memungut batu-batu di jalan dan membuangnya di tumpukan material yang berada di kebun.
Amar dan Ibu datang menyusul. Sikut Amar terlihat berbalut perban. Ibu memanggil teman-teman Amar, "Yuk, kita bancaan!"
Teman-teman menoleh, bergumam, "Bancaan?"
Ibu mengangguk. Amar tersenyum, "Ayo, lihat saja."
***********
Teman-teman riang bermain Gobag Sodor di halaman rumah. Amar menyapa dengan riang.
"Kaii....!" Amar melambaikan tangan. Kai membalasnya dengan semangat.
Tiba-tiba, dug! Roda depan sepeda membentur batu. Amar mengerem terburu-buru.
Terlambat, sepeda oleng. Amar jatuh berdebam. Sikut kirinya membentur aspal, berdarah.
Kai dan Ayahnya yang sedang berada di halaman rumah segera menolong Amar. Teman-teman yang lain menyusul kemudian.
"Apa yang sakit, Amar?" tanya Om Wido, Ayah Ki.
Amar hanya meringis. Om Wido mengantarkan Amar pulang.
Kai, Bima, Siti mendekati sepeda Amar. Bima memungut batu di dekat sepeda Amar yang tergeletak. "Batu ini yang bikin Amar jatuh."
Kai dan Siti mengangguk. Menyetujui pendapat Amar.
"Banyak batu disini. Harus kita singgirkan, biar teman-teman enggak jatuh kayak Amar." ujar Siti.
Kai dan Bima mengangguk. Mereka bertiga lantas memungut batu-batu di jalan dan membuangnya di tumpukan material yang berada di kebun.
Amar dan Ibu datang menyusul. Sikut Amar terlihat berbalut perban. Ibu memanggil teman-teman Amar, "Yuk, kita bancaan!"
Teman-teman menoleh, bergumam, "Bancaan?"
Ibu mengangguk. Amar tersenyum, "Ayo, lihat saja."
***********
Post a Comment
Komentarlah yang baik.
Tujukkan Karakter Bangsa Indonesia.